Yogyakarta– Urbanisasi cepat dan krisis iklim kini menjadi dua ancaman utama bagi kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dalam forum The Yudhoyono Institute di Yogyakarta, Senin (12/5).
Menurut AHY, penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan laut di kawasan utara Pulau Jawa mengancam jutaan penduduk dan wilayah-wilayah vital secara ekonomi.
Dia menekankan perubahan garis pantai dan beban tinggi terhadap infrastruktur perkotaan menjadi isu strategis nasional.
“Perubahan garis pantai, tekanan pada kota-kota besar dan kebutuhan akan perumahan terjangkau yang bermartabat menjadi agenda penting kita,” ujar AHY.
Sebagai bentuk respons, AHY memaparkan kelanjutan proyek Tanggul Laut Raksasa yang saat ini sedang disiapkan.
Proyek ini disebutnya sebagai bentuk kolaborasi multinasional yang bukan hanya berfungsi secara teknis, tetapi juga simbol dari komitmen nasional dalam menghadapi krisis iklim.
Di luar ancaman rob dan banjir, AHY juga menyoroti persoalan pengelolaan sampah. Dia mencatat bahwa Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun.
Untuk mengatasi hal ini, dia mendorong pemanfaatan teknologi waste-to-energy agar sampah tidak hanya dibuang, tetapi bisa diubah menjadi energi dan memberi nilai tambah ekonomi.
AHY menekankan arah pembangunan ke depan harus berorientasi pada ketahanan masyarakat.
Menghadapi proyeksi penduduk urban yang akan mencapai 70 persen pada 2045, ia menilai perlu ada inovasi kebijakan dan pembiayaan untuk membangun perumahan layak huni yang terhubung dan tahan terhadap perubahan iklim.
“Tantangannya bukan hanya membangun rumah, tetapi juga membangun komunitas yang tahan iklim dan terhubung dengan baik,” kata AHY.