MATARAM – Banyak calon jemaah haji tidak tahu bahwa biaya riil keberangkatan haji jauh lebih mahal dari uang yang mereka setor. Selisihnya mencapai puluhan juta rupiah per orang.
Anggota Komisi VIII DPR RI Nanang Samodra menjelaskan, jemaah dari Lombok hanya menyetor sekitar Rp54-56 juta. Namun biaya riil penyelenggaraan haji secara nasional rata-rata mencapai Rp87 juta.
“Kalau kita hanya bayar Rp54 juta atau Rp56 juta, maka sisanya sekitar Rp30 juta. Siapa yang menanggung selisih ini?” ujar Nanang dalam acara di Universitas Islam Al Azhar, Mataram, Sabtu (30/11).
Selisih biaya itu ternyata ditanggung dari hasil pengelolaan dana setoran awal jemaah. Dana tersebut dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sesuai prinsip syariah.
Saat ini ada 5,4 juta calon jemaah yang sudah menyetor dana awal. Jika rata-rata setiap orang menyetor Rp25 juta, total dana terkumpul lebih dari Rp125 triliun.
Dana dalam jumlah besar itu diinvestasikan secara syariah oleh BPKH. Hasilnya digunakan untuk menutup kekurangan biaya haji setiap musim.
“Jadi uang setoran bapak atau ibu yang Rp25 juta untuk mendapatkan porsi tadi dikelola BPKH, BPKH yang membayar,” kata Nanang.
Politisi Partai Demokrat dari Dapil NTB II itu menegaskan, dana haji bukan uang negara. Dana tersebut sepenuhnya milik jemaah yang dipercayakan kepada BPKH.
Setiap musim haji, BPKH mengeluarkan dana lebih dari Rp7 triliun untuk membantu pembiayaan jemaah. Angka ini menunjukkan besarnya tanggung jawab lembaga tersebut.
Nanang mengatakan masih banyak masyarakat yang belum paham mekanisme ini. Padahal saat mendaftar haji, jemaah menandatangani dokumen wakalah.
“Wakalah itu artinya memberikan kuasa kepada BPKH untuk mengelola uangnya secara syariah,” jelasnya.
Acara diseminasi bertema “Strategi Pengelolaan dan Pengawasan Keuangan Haji” tersebut dibuka Kepala Kantor Kementerian Haji Provinsi NTB, Lalu Muhammad Aminuddin.
