JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengungkapkan strategi komprehensif menekan dominasi kendaraan pribadi yang mencapai 77,81 persen dengan mempersiapkan penerapan Electronic Road Pricing (ERP) dan pembangunan Trans Jabodetabek.
Tingginya angka penggunaan kendaraan pribadi tersebut kontras dengan transportasi publik yang baru mencapai 12,28 persen hingga tahun ini, memperburuk kemacetan ibu kota.
“ERP-nya saya akan pasang. Tapi suatu hari, bukan sekarang ya,” kata Pramono di Balai Kota, Rabu (28/5/2025).
Pramono menegaskan ERP bukan sekadar instrumen pemasukan daerah, melainkan disinsentif untuk mengubah perilaku transportasi warga.
Dana hasil ERP akan dikembalikan dalam bentuk subsidi transportasi bagi 15 kelompok masyarakat rentan, termasuk warga luar Jakarta.
Gubernur juga memperkenalkan konsep “pemaksaan” perpindahan ke transportasi umum dengan membangun tujuh rute Trans Jabodetabek yang menjangkau wilayah penyangga seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, hingga Cianjur.
“Siapa pun yang masuk ke Jakarta harus pakai kendaraan umum. Kami akan bangun Trans Jabodetabek. Tidak lagi hanya TransJakarta,” tegasnya.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, Pramono berencana menggratiskan tarif Trans Jabodetabek bagi 15 kelompok prioritas dari wilayah penyangga, sekaligus menaikkan tarif parkir di dalam kota.
Kebijakan Pramono mendapat dukungan dari Anggota Fraksi Demokrat DPRD DKI Jakarta, Andika Wisnuadji Putra Soebroto, yang sebelumnya mempertanyakan target peningkatan Public Transport Mode Share (PTMS) dari 22,19 persen di 2025 menjadi 27,06 persen pada 2030.
Andika menilai target kenaikan rata-rata 0,97 persen per tahun tersebut terlalu rendah dibandingkan kota-kota dunia seperti Bogota dan Seoul yang mampu menaikkan PTMS hingga 2 persen per tahun melalui kebijakan agresif.
“Pemerintah Provinsi DKI harus konsisten menerapkan Electronic Road Pricing (ERP), pajak parkir progresif, pembatasan usia kendaraan, serta sistem ganjil genap yang lebih luas,” tegas Andika.