Versi ketiga “Save Our World” yang diluncurkan kini menampilkan aransemen baru karya Tohpati dan melibatkan 35 musisi lintas generasi, termasuk Reny Jayusman, Yuni Sara, Mikayla, Saikoji, dan almarhum Titiek Puspa sebagai karya terakhirnya.
Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menjelaskan bahwa lagu ini menjadi sarana untuk menyampaikan pesan lingkungan yang lebih populer dan humanis.
“Pendekatan yang lebih populer, yang lebih humanis melalui karya seni dan budaya seringkali justru lebih efektif untuk menggugah akal dan rasa, hati dan pikiran,” kata AHY.
Dalam konteks global saat ini, SBY menekankan urgensi penyelamatan bumi di tengah berbagai konflik geopolitik. Menurutnya, dunia justru terbelah ketika seharusnya bersatu menghadapi krisis iklim dan pemanasan global.
“Sungguh ironis, dunia terbelah ketika seharusnya bangsa-bangsa bersatu untuk menghadapi tantangan terbesar di abad ke-21 ini, yaitu krisis iklim dan pemanasan global,” ungkap AHY dalam pidatonya.
Sementara itu Ketua DPD Partai Demokrat Nusa Tenggara Barat, Indra Jaya Usman (IJU) mengatakan lagu ‘Save Our World’ kini menjadi warisan diplomatik budaya.
“Lewat karya Pak SBY, seni dapat menjadi jembatan komunikasi lintas negara dalam menyuarakan isu global yang mendesak,” ujarnya.
Dia juga menyebut perjalanan 15 tahun lagu ini dari Oslo hingga panggung APEC, dan kini kembali ke Jakarta, menggambarkan komitmen SBY dalam isu perubahan iklim.
“Lagu ini mencerminkan sikap Indonesia dalam kepemimpinan global untuk isu perubahan iklim dan kelestarian lingkungan,” ucap IJU.
