MATARAM – Agenda hilirisasi dalam kerja sama dagang antara NTB dan Jawa Timur dinilai harus berpijak pada kepentingan lokal. Keterlibatan pelaku usaha NTB dan penyerapan tenaga kerja lokal harus menjadi prinsip utama setiap kesepakatan investasi dengan daerah lain.
“Yang paling utama bukan soal masuknya investor, tapi siapa yang akan menikmati nilai tambah dari hilirisasi. Jangan sampai pelaku lokal hanya jadi penonton, tenaga kerja didatangkan dari luar, dan NTB cuma dijadikan lumbung bahan mentah,” kata anggota Komisi II DPRD Provinsi NTB Abdul Rauf, di Mataram, Selasa (15/7/2025).
Dia mengungkapkan, produksi udang vaname NTB mencapai sekitar 180 ribu ton pada tahun 2022, atau sekitar 16,4 persen dari total produksi nasional. Potensi ini menunjukkan besarnya peluang penguatan industri pengolahan di dalam daerah.
Namun menurut politisi Partai Demokrat itu, rantai pasok masih dikendalikan oleh pihak luar. Banyak produk mentah dikirim ke luar NTB untuk diolah dan diekspor.
“Kalau mau bicara hilirisasi, maka harus ada pabrik pengolahan di sini, tenaga kerja lokal yang dipekerjakan, dan pelaku UMKM atau koperasi yang dilibatkan langsung. Kalau tidak, ini bukan hilirisasi, ini hanya relokasi untung bagi daerah lain,” tegasnya.
NTB sendiri memiliki potensi lahan budidaya udang seluas 27.930 hektare, namun yang telah dimanfaatkan baru sekitar 8.685 hektare.
Abdul Rauf menilai, ruang pengembangan industri berbasis udang masih sangat besar, terutama jika diarahkan untuk membangun ekosistem hilirisasi yang melibatkan masyarakat setempat.
Dia juga mengingatkan, keberadaan Pelabuhan Gili Mas sebagai pelabuhan ekspor harus diiringi oleh infrastruktur penunjang yang memadai. Akses logistik, fasilitas cold storage, pelatihan SDM, dan kemudahan perizinan usaha lokal harus dipastikan berjalan serempak.
“Kita tidak cukup hanya punya pelabuhan besar. Kalau barangnya tetap dibawa ke luar dulu baru diekspor, maka nilai ekspornya tetap tidak akan tercatat di NTB. Yang untung tetap provinsi lain,” tandasnya.
Lebih lanjut dia menyoroti pentingnya mendorong sektor UMKM dan industri mikro-kecil lokal untuk dilibatkan dalam proses hilirisasi.
Banyak UMKM di NTB yang selama ini bergerak di sektor pengolahan hasil laut dan agribisnis, namun terkendala akses terhadap pasar, teknologi, dan pembiayaan.
Ia mendorong pemerintah daerah untuk secara aktif memastikan kerja sama dagang antardaerah mampu menyelesaikan masalah ekonomi mendasar di NTB, seperti pengangguran, keterbatasan akses pasar, dan kurangnya daya saing UMKM lokal.
“Jika orientasi ekspor langsung itu untuk menyelesaikan persoalan sosial, maka harus dimulai dari hal paling mendasar. Jadikan masyarakat NTB sebagai pelaku utama ekonomi, bukan sekadar penyedia lahan dan bahan baku,” ujar legislator dari Dapil NTB VI (Kota Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu) itu.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi forum Misi Dagang dan Investasi antara Pemerintah Provinsi NTB dan Jawa Timur di Mataram, beberapa waktu lalu.
Kerja sama kedua daerah menghasilkan transaksi ekonomi senilai Rp851,5 miliar dan mendorong penguatan hilirisasi komoditas unggulan seperti udang vaname.