“Ketika warga tinggal dekat transportasi dan tempat kerja, mereka tidak lagi menanggung beban akibat keterpisahan,” katanya.
Pendekatan ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan akses warga terhadap fasilitas perkotaan sekaligus meminimalkan biaya transportasi yang kerap membebani masyarakat berpenghasilan rendah.
Integrasi Sistem Geospasial
Pilar ketiga melibatkan penyelarasan perencanaan spasial dengan kebijakan perumahan nasional melalui sistem geospasial terintegrasi. Sistem ini mempertimbangkan aspek lingkungan, risiko bencana, dan potensi ekonomi lokal dalam setiap pengembangan perumahan.
“Melalui sistem geospasial terintegrasi, kami bisa memastikan bahwa pengembangan perumahan benar-benar selaras dengan tujuan nasional, baik dari sisi lingkungan, sosial, maupun ekonomi,” ungkap Wamen Ossy.
Integrasi ini memungkinkan pemerintah memastikan setiap proyek perumahan tidak hanya memenuhi kebutuhan tempat tinggal, tetapi juga mendukung pembangunan berkelanjutan dan mitigasi risiko bencana.
Rumah Terjangkau Bukan Sekadar Harga
Dalam pandangan Kementerian ATR/BPN, konsep rumah terjangkau tidak terbatas pada aspek finansial semata. Ossy Dermawan menekankan bahwa rumah terjangkau harus dipahami sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan dan martabat hidup masyarakat.
Pemerintah mengajak seluruh pemangku kepentingan—mulai dari sektor pemerintah, swasta, akademisi, hingga masyarakat—untuk berkolaborasi mewujudkan kota yang terjangkau, inklusif, dan berkelanjutan.
Panel diskusi dalam ICI 2025 tersebut juga menghadirkan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah, Deputi Bidang Koordinasi Pembangunan Perumahan dan Sarana Prasarana Permukiman di Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Ronny Hutahayan, Direktur Manajemen Risiko dan Legal Perumnas Nixon Sitorus, serta Mori Hiromitsu dari JICA.