OSAKA – Pemerintah akan menyediakan pinjaman lunak bagi transmigran yang ingin mengikuti program pemagangan di Jepang. Skema ini disiapkan agar calon pekerja tidak perlu berutang atau menggadaikan harta untuk biaya keberangkatan.
Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan Bank BNI. Bank pelat merah tersebut diminta menyediakan dana talangan untuk meringankan beban finansial calon pemagangan.
“Kita siapkan dana talangan supaya mereka itu tidak misalkan harus utang, gadai sawah dan insya Allah kalau dikoordinasikan dengan baik oleh Kementerian Transmigrasi dan Kementerian Tenaga Kerja, para transmigrasi juga lebih confident,” ujar Menteri Iftitah.
Rencana ini makin realistis setelah Kementerian Keuangan mengalokasikan dana Rp200 triliun kepada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Dana tersebut memang diperuntukkan bagi pembiayaan produktif.
Mentrans menyebut akan ada pembagian beban biaya dalam program ini. Biaya keberangkatan ditanggung pekerja melalui dana talangan, sedangkan biaya pendidikan dan pelatihan akan disubsidi APBN.
Program pemagangan ke Jepang umumnya berlangsung 3-5 tahun. Setelah itu, para pekerja akan kembali ke Indonesia dengan pengalaman dan kemampuan yang lebih baik.
Cegah Praktik Penyalur Ilegal
Skema pembiayaan ini juga bertujuan melindungi pekerja dari jeratan penyalur ilegal. Menteri Iftitah menyebut banyak kasus pekerja Indonesia bermasalah di Jepang karena ditinggalkan penyalur tidak bertanggung jawab.
“Setelah diteliti kenapa mereka bekerja illegal karena awalnya ikut pemagangan ternyata sampai Jepang ditinggalkan oleh penyalur ini,” kata dia.
Akibatnya, para pekerja terpaksa bekerja tanpa izin dan berujung berurusan dengan pengadilan Jepang. Informasi ini didapat Mentrans dari seorang penerjemah Jepang-Indonesia yang sering diminta pengadilan mendampingi pekerja bermasalah.
Pemerintah juga akan menyediakan subsidi untuk pelatihan, termasuk pembelajaran bahasa Jepang. Metode pelatihan dirancang lebih efisien dengan sistem pembelajaran jarak jauh menggunakan modul.
Setelah beberapa bulan belajar mandiri, peserta baru dikumpulkan untuk pelatihan intensif. Dengan cara ini, peserta sudah memiliki pemahaman dasar sebelum pemusatan dilakukan.
“Sehingga nanti kalau misalkan setelah sekian bulan mereka belajar pengenalan bahasa Jepang, kemudian berkumpul di satu tempat untuk pemusatan, mereka sudah familiar, tidak dari nol gitu,” jelas Mentrans.
