MATARAM – Anggota DPR RI dari Dapil NTB 2, Nanang Samodra, menyoroti pentingnya optimalisasi pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata di Nusa Tenggara Barat.
Politisi Partai Demokrat ini menilai masih ada ruang perbaikan dalam pengelolaan PAD pariwisata agar lebih berdampak pada kemajuan sektor wisata.
“Sebagai contoh, berapa PAD NTB yang diperoleh dari pariwisata yang hasilnya kembali lagi untuk pariwisata? PAD yang berasal dari pajak perhotelan misalnya, peruntukannya tidak digunakan untuk pariwisata lagi,” ungkapnya.
Nanang melihat pentingnya mengembalikan PAD pariwisata untuk pengembangan sektor wisata itu sendiri.
Menurutnya, hal itu akan mendorong pembangunan fasilitas keamanan di lokasi wisata dan meningkatkan kenyamanan wisatawan.
“Akhirnya pembangunan keamanan di lokasi wisata tidak terjadi. Jadinya wisatawan tidak nyaman. Maka dari itu PAD pariwisata harus dikembalikan untuk pariwisata. Baik dari tingkat provinsi bahkan di desa-desa,” tegas mantan birokrat ini.
Menggairahkan Kembali Wisata Halal
Nanang juga mengajak untuk menggairahkan kembali konsep wisata halal yang sempat menjadi keunggulan NTB. Ia mengakui gema wisata halal saat ini mulai redup dan perlu digarap kembali oleh seluruh pihak.
“Kalau dulu wisata halal ini gencar. Masyarakat yang kesulitan mencari makanan halal ketika mau berwisata, kan pilihannya pasti NTB. Karena image wisata halal NTB sudah terbentuk,” jelasnya.
Mantan Sekda NTB ini mengimbau seluruh restoran dan rumah makan segera mendaftarkan diri untuk mendapatkan label halal dari pemerintah.
Konsep wisata halal dinilai membantu masyarakat memahami pariwisata dengan baik dan tidak menafsirkan pariwisata sebagai tempat maksiat.
Sinergitas dengan Bali, Bukan Kompetisi
Dalam strategi pengembangan pariwisata, Nanang menekankan perlunya pendekatan berbeda dibanding Bali. Jika Bali mengandalkan pesona budaya, NTB memiliki keunggulan pada keindahan alam yang memanjakan mata.
“Pertama, kita mempunyai nilai yang berbeda dengan Bali. Jadi kita tidak bersaing dengan Bali. Tapi bersinergi, itu konsepnya,” katanya.
Ia juga mendorong pemerintah untuk lebih mengikutsertakan masyarakat dalam pengembangan pariwisata. Selama ini masyarakat dinilai hanya menjadi penonton di daerahnya sendiri, padahal sudah ada keterbukaan terhadap dunia wisata.
“Pengalaman wisata sekitar tahun 1985 dulu, masyarakat belum bisa menerima pariwisata. Tapi sekarang sudah ada keberterimaan,” ujar Nanang.
Maksimalkan Peran Poltekpar Lombok
Keberadaan Politeknik Pariwisata (Poltekpar) di Lombok Tengah menjadi perhatian khusus Nanang. Meski kampus tersebut berpotensi meningkatkan kualitas SDM lokal, banyak mahasiswanya berasal dari luar NTB.
Nanang berharap masyarakat NTB, khususnya Lombok, lebih banyak memanfaatkan Poltekpar atau mengikuti Pendidikan Kilat wisata. Pengembangan pariwisata yang baik memerlukan generasi muda yang kreatif dan inovatif.
“Saya pernah duduk-duduk di gerbang Pantai Kuta. Terus didatangi anak kecil Kelas 4 SD. Dia mengoperasikan kamera bagus sekali depan saya. Pasti ada yang ajarin, sehingga dia kreatif. Jadinya pariwisata ini bisa menghasilkan finansial buat rakyat,” ungkapnya.
“Itulah yang saya harapkan dari Poltekpar Lombok. Agar generasi kita siap. Harus bekerjasama dengan pemerintah untuk memaksimalkan peran kampus,” tambahnya.
Prioritaskan Kenyamanan Wisatawan
Nanang menekankan pentingnya kenyamanan wisatawan sebagai hal vital dalam pengembangan pariwisata. Ia meminta asosiasi pemandu wisata dan pelaku usaha lebih memperhatikan pengalaman pengunjung.
“Misalnya sopir pariwisata atau sopir Taxi Blue Bird, jangan sampai membuat onar di bandara. Wisatawan turun di bandara, tiba-tiba main nyelonong sana-sini. Itu buat orang enggak nyaman,” ucapnya.
Nanang juga mengingatkan pedagang untuk memberikan harga yang wajar kepada wisatawan.
“Nanti bule-bule tidak ada yang datang lagi kalau pasang harga yang tinggi,” tandas Nanang.