JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyoroti adanya trilema dalam pembangunan kota di Indonesia. Trilema ini muncul karena pemerintah sulit membangun infrastruktur yang cepat, murah, dan berkualitas secara bersamaan.
“Kita menghadapi yang namanya trilema. Bukan hanya dilema, tapi trilema,” kata AHY dalam acara Peluncuran Kebijakan Perkotaan Nasional 2045 di Jakarta, Senin (15/9).
AHY menjelaskan bahwa jika ingin membangun dengan cepat dan murah, maka kualitas yang akan terkorban. Begitu pula sebaliknya, jika ingin menjaga kualitas dan kecepatan, biaya akan membengkak karena harus menggunakan teknologi dan inovasi canggih.
Dalam trilema ini, lingkungan hidup sering menjadi korban ketika pemerintah mengejar pembangunan yang cepat dan murah.
“Seringkali yang menjadi korban adalah lingkungan,” ujar mantan Kepala Staf TNI AD tersebut.
Menurut AHY, tantangan ini semakin berat mengingat 70 persen penduduk Indonesia akan tinggal di kota pada 2040-2045. Urbanisasi massal ini menuntut pemerintah menyiapkan infrastruktur kota yang memadai dalam waktu terbatas.
Selain trilema pembangunan, AHY juga menyoroti berbagai masalah perkotaan lainnya. Jakarta misalnya, mengalami penurunan permukaan tanah 10-15 sentimeter per tahun akibat pengambilan air tanah berlebihan.
Kota-kota besar juga menghadapi masalah sampah yang mencapai ribuan ton per hari. Jakarta sendiri memproduksi 7.000 ton sampah setiap hari yang memerlukan penanganan dari hulu ke hilir.
AHY menegaskan bahwa pembangunan kota berkelanjutan membutuhkan koordinasi lintas kementerian dan daerah.
“Pembangunan wilayah itu tidak bisa parsial, tidak bisa egosentris, tidak bisa bekerja dalam silo,” tegas dia.
Untuk mengatasi berbagai tantangan ini, AHY mengusulkan lima pilar pembangunan kewilayahan. Kelima pilar tersebut meliputi infrastruktur hijau, akses pelayanan dasar yang merata, pertumbuhan ekonomi inklusif, tata kelola pemerintahan yang baik, dan skema pembiayaan inovatif.
Dalam konteks keamanan, AHY yang berlatar belakang militer mengingatkan bahwa kota-kota besar menjadi pusat gravitasi pertahanan negara.
“Dalam perang yang disasar pertama kali adalah ibu kota, kota-kota besar,” kata dia.
AHY berharap kebijakan perkotaan nasional yang diluncurkan BAPPENAS dapat menjadi peta jalan pembangunan kota yang lebih terintegrasi. Koordinasi antar kementerian dan daerah menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini.