MATARAM – Anggota Komisi VIII DPR RI Dapil Pulau Lombok Dr. Ir. H. Nanang Samodra menekankan perlunya kehati-hatian dalam penjaringan siswa Sekolah Rakyat Paramita.
Hal itu disampaikannya saat mendampingi Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono meninjau fasilitas sekolah tersebut, Senin (28/7/2025).
Nanang Samodra menegaskan, program sekolah rakyat tingkat pertama setara SMP ini harus tepat sasaran.
“Harus hati-hati dengan data yang menjadi peserta sekolah rakyat,” terangnya di hadapan awak media.
Politisi asal Lombok ini menjelaskan, penentuan siswa menggunakan Data Tunggal Sensus Ekonomi Nasional (DTESN) yang dipadukan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Bukan siapa yang mau sekolah tapi dicari keluarga siswa yang miskin ekstrem by name by address,” ungkapnya.
Nanang menyatakan dukungan penuh terhadap program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini. “Kami dukung sekolah rakyat tingkat pertama (SMP) ini, koperasi merah putih saja kami dukung apalagi program ini,” katanya.
Anggota DPR tersebut berharap program ini dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat miskin.
“Dengan program ini nantinya orang-orang yang di bawah desil sepuluh mampu sejahtera dan diangkat martabatnya lebih baik di masa yang akan datang,” lanjutnya.
Sekolah Rakyat Sentra Paramita yang telah beroperasi sejak 14 Juli 2025 menampung 100 siswa dari kalangan tidak mampu. Mereka mendapat pendidikan gratis dengan sistem boarding school dan dibimbing tenaga pengajar berkualitas.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lombok Barat Lalu Winengan menambahkan, seleksi tenaga pengajar sangat ketat. “Jangan salah, tenaga pengajar di Sekolah Paramita ini merupakan orang yang qualified. Mereka terpilih dan harus memenuhi syarat khusus seperti TOEFL dan sebagainya,” ujar Winengan.
Winengan juga memaparkan data kemiskinan di Lombok Barat yang menunjukkan 1,57 persen atau 12.307 jiwa tergolong miskin ekstrem. Sementara jumlah penduduk miskin mencapai 12,6 persen atau sekitar 106 ribu jiwa.
Dinas Sosial terus melakukan sinergi dengan berbagai pihak untuk memastikan data penerima bantuan akurat. “Data yang kita pakai saat ini adalah data sebenarnya. Jika sebelumnya data penerima raskin mencapai 91 ribu, sekarang sudah berkurang menjadi 70 ribu,” paparnya.
Terkait isu kesehatan siswa, Winengan menjelaskan hal tersebut wajar terjadi pada siswa baru yang sedang beradaptasi.
“Mungkin bisa jadi mereka lagi kangen, kepikiran sehingga memengaruhi kesehatannya. Bisa juga faktor lain karena dalam proses adaptasi dengan lingkungan baru,” tegasnya.