JAKARTA – Sebanyak 1.600 kepala keluarga di Majalengka akhirnya mendapat sertifikat tanah resmi setelah bertahun-tahun tinggal di kawasan hutan tanpa kepastian hukum. Pencapaian ini terjadi berkat kerja sama antara pemerintah daerah dan pusat dalam program Reforma Agraria.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Ossy Dermawan menyebut keberhasilan Majalengka sebagai contoh terbaik penyelesaian masalah tanah di daerah.
“Kami melihat adanya success story di daerah, seperti di Majalengka, di mana Plt. Bupati Majalengka saat itu berhasil mendorong pelepasan kawasan hutan seluas 34 hektare yang telah ditempati warga selama bertahun-tahun,” kata Ossy dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR RI, Senin (15/9).
Pelepasan kawasan hutan seluas 34 hektare ini menjadi kunci utama penyelesaian masalah tanah di Majalengka. Sebelumnya, ribuan keluarga hidup dalam ketidakpastian hukum karena menempati tanah di kawasan hutan.
Ossy menjelaskan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak bisa memberikan sertifikat tanah di kawasan hutan sebelum ada pelepasan dari Kementerian Kehutanan.
“Kementerian ATR/BPN tidak bisa melakukan legalisasi hak atas tanah yang berada di kawasan hutan sebelum ada proses pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan,” tegas Ossy.
Keberhasilan Majalengka mendorong pemerintah pusat untuk memperkuat peran Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di seluruh daerah. GTRA dipimpin langsung oleh kepala daerah, baik bupati maupun gubernur.
“Kami percaya bahwa pengelolaan pertanahan di daerah tidak bisa lepas dari peran aktif kepala daerah,” ujar Ossy.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mempercepat program Reforma Agraria.