JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai perlu reformasi menyeluruh terhadap aturan pendanaan kampanye di Indonesia. Langkah ini dinilai mendesak mengingat masih merajalelanya praktik politik uang yang menggerus sendi-sendi demokrasi.
Dalam acara Proklamasi Democracy & Its Impact on Global Politic di kantor DPP Partai Demokrat, Senin (21/7/2025), AHY mengungkapkan realitas kelam politik Indonesia saat ini.
“Katanya ada integritas, kapasitas, sama isi tas. Itulah realitas politik kita hari ini,” ujarnya.
Putra mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu mengusulkan beberapa terobosan untuk memberantas politik uang. Pertama, penerapan sistem pelaporan donasi secara real time yang dapat diakses publik secara transparan.
AHY juga menekankan perlunya penetapan batas maksimal pengeluaran kampanye. Selain itu, pemerintah perlu memberikan subsidi negara dan akses media yang adil kepada partai politik yang menjalankan praktik bersih.
“Bukan hanya kepada mereka yang paling banyak membelanjakan dana,” tegas AHY menyindir praktik yang selama ini terjadi.
Menurut AHY, politik uang telah mengubah wajah demokrasi Indonesia menjadi arena transaksional. Demokrasi berubah menjadi pasar di mana jabatan publik dipandang sebagai investasi, bukan sebagai amanah untuk melayani rakyat.
“Politik uang, mari kita jujur. Di terlalu banyak sudut sistem politik kita, demokrasi telah menjadi pasar,” kata AHY.
Ia menambahkan, kondisi ini membuat para pemimpin dipilih berdasarkan kemampuan finansial, bukan kualitas gagasan dan integritas.
Dampak destruktif politik uang tidak hanya membungkam kandidat cakap yang jujur, tetapi juga mengubah perilaku pemilih. Rakyat berubah menjadi konsumen patronase yang pasif, bukan agen perubahan yang kritis terhadap kebijakan.
Selain politik uang, AHY juga mengkritisi tajam maraknya politik identitas dalam kontestasi elektoral Indonesia.
Ia menyayangkan penggunaan keberagaman sebagai senjata kampanye, padahal Indonesia dibangun atas fondasi Bhinneka Tunggal Ika.
