MATARAM – Anggota Komisi VIII DPR RI Nanang Samodra mengungkap praktik kecurangan dalam pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji.
Dalam acara di Universitas Islam Al Azhar Mataram, NTB, Ahad (30/11/25), dia menceritakan temuan mengejutkan di embarkasi.
“Saya pernah menemukan di embarkasi lain, ada yang tidak bisa diberangkatkan karena pada saat mau berangkat ketahuan hamil. Rupanya, pada saat tes urine dulu, urine suaminya mungkin yang dikasihkan ke petugas kesehatan,” tutur Nanang.
Kasus itu baru ketahuan saat pemeriksaan terakhir. Calon jemaah perempuan tersebut sudah hamil enam bulan.
Kisah kecurangan itu muncul dalam acara Diseminasi “Strategi Pengelolaan dan Pengawasan Keuangan Haji” di Universitas Al Azhar tersebut.
Hadir di kesempatan itu Anggota Pengawas BPKH Yogashwara Vidyan, Anggota DPRD Kota Mataram Drs. H. M. Zaini dan Dian Rachmawati, serta Kepala Kantor Kementerian Haji Provinsi NTB H. Lalu Muhammad Aminuddin.
Selain itu hadir perwakilan dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari tokoh agama, pemuda, hingga perempuan.
Nota Diplomatik dari Arab Saudi
Ketegasan soal pemeriksaan kesehatan bukan tanpa alasan. Pemerintah Indonesia bahkan menerima nota diplomatik dari Arab Saudi pada tahun 2025 akibat tingginya angka jemaah yang meninggal dan sakit di Tanah Suci.
“Maka Pemerintah Indonesia membuat ketentuan, bahwa barangsiapa yang berangkat ke Arab Saudi wajib istitha’ah kesehatan, harus sehat badannya (fisiknya). Tidak boleh yang sakit yang diberangkatkan,” tegas Nanang.
Aturan ini menegaskan bahwa calon jemaah wajib memenuhi syarat kesehatan fisik. Kondisi tubuh harus benar-benar prima sebelum diberangkatkan.
Kuota Haji Belum Sesuai Jumlah Penduduk
Nanang juga menyoroti masalah kuota haji Indonesia yang masih 221 ribu jemaah per tahun. Angka ini dihitung berdasarkan satu per seribu penduduk dengan acuan populasi 220 juta jiwa.
Padahal, jumlah penduduk Indonesia saat ini sudah melampaui 270 juta jiwa. Namun kuota belum disesuaikan.
