Sementara itu, dalam sesi perbicangan yang dipandu Gita Wirayawan, SBY menuturkan proses kreatif musik selalu melibatkan hati sebagai penggerak utama.
Hal ini sejalan dengan semangat Titiek Puspa yang dikenal konsisten berkarya hingga akhir hayatnya.
“Hati yang pertama-tama memulai semuanya itu,” ungkap SBY saat menjelaskan filosofi berkarya dalam diskusi itu.
Lagu “Save Our World” sendiri telah mengalami tiga versi berbeda. Versi pertama berjudul “Untuk Bumi Kita” tahun 2010 yang diaransemen Erwin Gutawa dan dinyanyikan Sandhy Sondoro.
Versi kedua muncul tahun 2013 dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan musisi Amerika Jeff Lorber dan dinyanyikan Jeffrey Pescetto.
Versi ketiga yang diluncurkan Selasa malam merupakan paduan dari kedua versi sebelumnya dengan aransemen baru dari Tohpati dan tim.
Secara terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Nusa Tenggara Barat, Indra Jaya Usman (IJU) mengatakan keterlibatan 35 musisi dalam proyek ini menunjukkan komitmen luas dunia musik Indonesia terhadap isu lingkungan.
Kehadiran karya terakhir Titiek Puspa dalam proyek ini menjadi simbol keberlangsungan perjuangan pelestarian lingkungan lintas generasi.
“Warisan musikalnya untuk bumi diharapkan dapat menginspirasi generasi penerus untuk terus menjaga kelestarian alam,” ujarnya, Kamis.
IJU mengugngkapkan, TYI yang didirikan 8 tahun lalu konsisten menyuarakan urgensi penyelamatan bumi melalui berbagai pendekatan, mulai dari forum akademis hingga karya seni.
“Peluncuran lagu ‘Save Our World’ versi ketiga ini menjadi bukti komitmen berkelanjutan dalam menghadapi krisis iklim yang mengancam peradaban manusia,” ucapnya.
Lebih lanjut IJU mengatakan, dengan kepergian Titiek Puspa, dunia musik Indonesia kehilangan seorang maestro yang hingga detik terakhir masih peduli pada masa depan bumi.
