JAKARTA – Almarhumah Titiek Puspa meninggalkan jejak terakhir dalam dunia musik Indonesia melalui keterlibatannya dalam lagu “Save Our World” karya mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Lagu yang diluncurkan The Yudhoyono Institute (TYI) pada Selasa (1/7/2025) malam itu menjadi warisan akhir sang maestro untuk kampanye penyelamatan bumi.
Direktur Eksekutif TYI Agus Harimurti Yudhoyono mengungkapkan, partisipasi Titiek Puspa dalam proyek musik lingkungan ini menjadi momen yang tak terduga sekaligus mengharukan.
“Tidak ada yang menyangka bahwa bagi almarhumah Titiek Puspa, ini adalah bagian dari karya sekaligus warisan terakhir untuk bumi yang kita cintai bersama,” ujar AHY dalam acara peluncuran lagu di Jakarta Theater.
Lagu “Save Our World” versi ketiga ini menampilkan kolaborasi 35 musisi lintas generasi, termasuk Tohpati, Reny Jayusman, Yuni Sara, Mikayla, dan Saikoji.
Titiek Puspa tercatat sebagai salah satu kontributor dalam proyek yang bertujuan menyebarkan pesan penyelamatan lingkungan melalui musik.
Kehadiran almarhumah dalam proyek ini memberi makna mendalam bagi upaya pelestarian lingkungan yang digagas SBY.
Lagu yang pertama kali diciptakan tahun 2010 di Oslo, Norwegia, kini hadir dalam versi baru dengan pesan yang semakin relevan di tengah krisis iklim global.
Dalam sambutannya, AHY meminta seluruh hadirin untuk mengenang jasa Titiek Puspa yang telah menyumbangkan talentanya untuk misi penyelamatan bumi.
“Mari kita sejenak hening dan mendoakan semoga beliau khusnul khatimah, dan apa yang beliau tinggalkan untuk kita semua bisa terus menginspirasi sepanjang masa,” katanya.
Menurut AHY, pemilihan pendekatan seni dan budaya dalam kampanye lingkungan ini didasari keyakinan bahwa musik dapat menembus sekat-sekat perbedaan identitas, ideologi, dan politik.
“Lagu dapat menembus sekat-sekat perbedaan identitas suku, agama, bangsa, juga perbedaan ideologi dan pilihan politik,” jelasnya.
Sementara itu, dalam sesi perbicangan yang dipandu Gita Wirayawan, SBY menuturkan proses kreatif musik selalu melibatkan hati sebagai penggerak utama.
Hal ini sejalan dengan semangat Titiek Puspa yang dikenal konsisten berkarya hingga akhir hayatnya.
“Hati yang pertama-tama memulai semuanya itu,” ungkap SBY saat menjelaskan filosofi berkarya dalam diskusi itu.
Lagu “Save Our World” sendiri telah mengalami tiga versi berbeda. Versi pertama berjudul “Untuk Bumi Kita” tahun 2010 yang diaransemen Erwin Gutawa dan dinyanyikan Sandhy Sondoro.
Versi kedua muncul tahun 2013 dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan musisi Amerika Jeff Lorber dan dinyanyikan Jeffrey Pescetto.
Versi ketiga yang diluncurkan Selasa malam merupakan paduan dari kedua versi sebelumnya dengan aransemen baru dari Tohpati dan tim.
Menginspirasi Generasi Muda NTB

Secara terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Nusa Tenggara Barat, Indra Jaya Usman (IJU) mengatakan keterlibatan 35 musisi dalam proyek ini menunjukkan komitmen luas dunia musik Indonesia terhadap isu lingkungan.
Kehadiran karya terakhir Titiek Puspa dalam proyek ini menjadi simbol keberlangsungan perjuangan pelestarian lingkungan lintas generasi.
“Warisan musikalnya untuk bumi diharapkan dapat menginspirasi generasi penerus untuk terus menjaga kelestarian alam,” ujarnya, Kamis.
IJU mengugngkapkan, TYI yang didirikan 8 tahun lalu konsisten menyuarakan urgensi penyelamatan bumi melalui berbagai pendekatan, mulai dari forum akademis hingga karya seni.
“Peluncuran lagu ‘Save Our World’ versi ketiga ini menjadi bukti komitmen berkelanjutan dalam menghadapi krisis iklim yang mengancam peradaban manusia,” ucapnya.
Lebih lanjut IJU mengatakan, dengan kepergian Titiek Puspa, dunia musik Indonesia kehilangan seorang maestro yang hingga detik terakhir masih peduli pada masa depan bumi.
“Kontribusinya dalam lagu ‘Save Our World’ menjadi spirit bagi kita semua bahwa perjuangan menyelamatkan lingkungan membutuhkan partisipasi semua pihak, termasuk para seniman yang memiliki kekuatan untuk menyentuh hati masyarakat,” kata IJU.