DPRD NTB Gelar Rapat Alot, Diwarnai Walk Out dan Protes

oleh -578 Dilihat
ketua-fpd-dprd-ntb-di-rapat-paripura-dewan
Anggota FPD DPRD NTB walk out di Rapat Paripurna ke-3 yang membahas LKPJ Gubernur NTB usai permintaan pencantuman hak interpelasi ditolak pimpinan sidang.
banner 468x60

Mataram– Rapat Paripurna ke-3 DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) yang membahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur NTB Tahun 2024 berlangsung tegang, Selasa (4/2/2025).

Ketegangan memuncak saat Fraksi Partai Demokrat melakukan walk out usai permintaan pencantuman hak interpelasi 14 anggota DPRD NTB dalam rekomendasi dewan ditolak pimpinan sidang. 

banner 336x280

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Syamsul Fikri, menyatakan kecewa karena hak interpelasi terkait temuan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam LKPJ Gubernur tidak dimasukkan dalam rekomendasi akhir.

“Walk out saya lakukan karena suara fraksi diabaikan. Pencantuman hak interpelasi penting sebagai bentuk pertanggungjawaban moral kami,” ujarnya di luar ruang sidang. 

Syamsul Fikri, S.Ag., M.Si

Persoalan ini merupakan lanjutan dari Rapat Paripurna ke-2 sehari sebelumnya yang juga membahas rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Gubernur.

Fikri menilai, ketiadaan hak interpelasi dalam rekomendasi sama saja dengan persetujuan mutlak atas laporan yang dinilai bermasalah, terutama terkait alokasi DAK.

“Saya tidak yakin hak interpelasi akan diakomodir pimpinan dewan dengan trik prosedur yang ada,” tegasnya. 

Selain hak interpelasi, Fikri juga menyoroti ketiadaan instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025 dalam rekomendasi.

Inpres tersebut meminta Gubernur NTB menyesuaikan visi-misi pasca-pelantikan. “Ini poin krusial yang semestinya masuk rekomendasi,” ujarnya.

Protes Prosedur dari Fraksi Golkar 

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD NTB, Hamdan Kasim, ikut menyoroti pelanggaran tata tertib (Tartib) dalam dua rapat paripurna tersebut.

Menurutnya, penolakan hak interpelasi seharusnya dibahas di agenda terpisah, bukan diputuskan sepihak.

“Ini seperti salat yang dibalik. Sujud dulu baru rukuk. Tata tertib diabaikan,” kritik Hamdan, merujuk Pasal 58 Tartib DPRD NTB tentang kewajiban pimpinan membacakan surat masuk dan agenda rapat.

Hamdan menilai, langkah pimpinan sidang mengesampingkan prosedur berpotensi menciptakan preseden buruk. “Seolah ada upaya sistematis untuk menolak hak interpelasi,” tambahnya. (*)